Menjawab Stagnansi ROAS: Brand Building ala Marketing 3.0

“Bagaimana cara mengoptimalkan ROAS?” adalah pertanyaan yang sering dilontarkan client kepada kami. Sebuah keresahan kolektif yang dialami sebagian besar marketer Indonesia dan global, mulai dari UMKM hingga perusahaan multinasional. Mereka dihadapkan tekanan management dan tipu daya account manager perusahaan periklanan. “Kompetitor mengeluarkan budget yang lebih besar”, menjadi alasan klasik account manager untuk membantu marketer menjawab tekanan management sekaligus meminta tambahan budget untuk kegiatan pemasaran. Tidak jarang cara ini berhasil meningkatkan alokasi budget, namun sering kali tidak memberikan peningkatan signifikan pada ROAS. Lebih parahnya lagi, ketika budget dipangkas, penjualan juga ikut turun drastis. Karena ternyata aktivitas yang selama ini dilakukan, hanya berfokus kepada price promo, karena memiliki direct impact kepada sales traffic. Merasa familiar?

Brand building adalah kunci agar sebuah brand dapat terhindar dari jebakan stagnansi ROAS. Pada saat pandemi COVID-19, semua perusahaan terpaksa melakukan efisiensi tidak terkecuali terhadap budget marketing. AirBnB, platform untuk penyewaan properti jangka pendek, memotong separuh marketing expense dibandingkan periode sebelum pandemi. Menariknya, pemasukan AirBnB berhasil mencapai 95% dari masa normal. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini AirBnB mengeluarkan budget secara eksesif. Sisi terangnya, AirBnB dapat dikatakan cukup berhasil dalam membangun brand, sehingga pengurangan aktivitas marketing tidak memiliki dampak signifikan terhadap sales.

Lalu bagaimana kita dapat membangun brand? Pada buku Marketing 3.0 tulisan Philip Kotler, Hermawan Kartajaya, dan Iwan Setiawan (2010) menyebutkan 3 Marketing Disciplines yang harus diperhatikan dalam membangun brand yaitu customer management, product management, dan brand management. Simak bagaimana tips membangun brand ala Marketing 3.0.

Customer Management: Communitization

Dalam era di mana teknologi menghubungkan konsumen, mereka cenderung berkumpul dalam komunitas. Sebuah brand harus bisa menjadi “bagian” dalam komunitas untuk mendengarkan persepsi, kebutuhan, dan ekspektasi terhadap sebuah brand. Brand yang ingin berhasil harus memfasilitasi kebutuhan ini dan membantu konsumen terhubung satu sama lain.

Product Management: Cocreation

Memiliki diferensiasi merupakan tantangan tersendiri bagi sebuah brand. Berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan adalah cara pintar dalam membentuk diferensiasi. Dengan kolaborasi, sebuah brand dapat mengetahui bagaimana solusi yang ditawarkan dapat memberikan value dan values kepada para pemangku kepentingan.

Brand Management: Character Building

Layaknya seseorang, brand memerlukan DNA yang autentik. Autentik berarti orisinal dan realistis. Pelanggan saat ini sangat mudah dalam menentukan apakah sebuah brand benar-benar bagus atau hanya rajin melakukan “branding”. Memberitahukan sisi positif dan kurang positif adalah cara menunjukkan sebuah brand memiliki karakter yang real.

Reflective Question

• Apakah brand Anda sudah melakukan brand building?
• Apakah brand Anda sudah menjadi bagian dari komunitas konsumen Anda?
• Apakah brand Anda dihargai karena solusi yang ditawarkan, atau hanya karena sekedar promosi harga?
• Apakah brand Anda memiliki karakter yang cukup dipercaya oleh konsumen?